Banyak Penceramah Agama Yang Tidak Mencerdaskan

avatar

Ketika saya masih di desa, saya merasakan para penceramah agama haruslah orang yang sudah mumpuni dalam keilmuan hadis, bahasa arab, ilmu tafsir dan ilmu lainya. Ceramah mereka justru tidak melulu bicara dalil. Mereka mengedepankan dakwah dengan kelembutan dan mendidik umat sedikit tapi paham sehingga umat tidak grusa-grusu ketika terjadi isu isu yang membuat kontroversi.

Setelah tinggal di kota, saya mendapati banyak penceramah agama yang baru belajar agama. Setelah ditelusur, beberapa mereka menggunakan referensi terjemahan baik hadis, maupun terjemah al qur'an atau kitab-kitab ulama.

Nampak para penceramah di kota banyak hafal hadis dan dalil al Qur'an namun semua isi ceramahnya bisa dibilang hanyalah doktrin ini haram dan itu halal. Apa yang mereka sampaikan dianggap sebuah kebenaran sehingga mereka anti kritik. Orang yang mengkeritik bisa disebut tidak agamis atau bahkan fasik atau munafik.

Heranya, jama'ah dari ustadz-ustadz tersebut terus bertambah banjak sehingga semakin membuat siustadz makin besar kepala. Sampai si ustadz berani menjawab pertanyaan tentang sebuah hukum apakah halal atau haram. Ada lagi ustadz yang lulus dari negeri yang jauh yang konon katanya deket dengan sumber agama, semakin punya taring. Karena gelar yang dimilikinya sehingga menganggap kyai kampung bukan apa-apa dan merekalah yang harus dibenarkan.

Doktrin-doktrin ini halal dan ini haram terus diajarkan dan si jemaah tidak boleh duduk dimajelis ustadz lain yang berbeda paham. Apakah ini mencerdaskan? Kondisi ini membuat para jema'ah merasa orang yang paling suci dan paling agamis serta paling menjalankan sunnah nabi. Kata sunnah nabi bisa dijadikan sebagai rujukan dia kawan atau bukan. Muncullah istilah "nyunah" dan "syariah". Sungguh menggelikan sampai-sampai ada bikers yang dibilang biker syar'i dan tidak syar'i.

Semakin hari pemikiran para jemaah semakin sempit. Banyak diantara mereka keluar dari pekerjaan halal gara-gara mempertahankan celana ngatung dan jenggot. Mereka ngotot sampai mengorbankan anak istri dari mata pencaharian halal yang besar hanya karena atasan tidak suka dengan penampilan dia. Apa yang terjadi mereka menjadi pedagang, menjadi driver ojol dan lainya yang penghasilanya masih jauh dari ketika dia bekerja di perusahaan.

Kesadaran itu tumbuh setelah semua telah berakhir ,Ketika semua telah hilang. Hanya demi membela sesuatu yang diyakininya 100% benar menjadikan anak istri kekurangan. Padahal hasil kerja dari pekerjaan dulu juga halal 100%.

Itulah kebodohan yang diciptakan oleh dai-dai pendoktri Hari ini para dari pendoktrin semakin kuat dengan adanya isu perang di timur tengah. Pola boikot yang tak tepat sasaran dan perbedaan pendapat bisa memantik api kemarahan dan anarkis. Apakah demikian beragama yang benar?



0
0
0.000
1 comments